PANGANDARAN - Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI)Kabupaten Pangandaran bekerjasama dengan Pemerintah Desa Sukahurip Kecamatan Pangandaran menggelar Safari Dakwah bertempat di aula Desa Sukahurip, Selasa (2/3/2022).
Hadir dalam acara tersebut Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Pangandaran, Dr. H. Supriana, M.Pd, Kepala Bidang Kesra Kabupaten Pangandaran Agus, MPd, Kades Sukahurip Warsiman, para penyuluh Agama Islam, serta tokoh agama dan masyarakat Desa Sukahurip.
Baca juga:
Ternyata Emak-Emak ini Bahas Asep Japar
|
Dalam sambutannya Kepala Kemenag minta, agar masyarakat cerdas pahami pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gusmen) terkait pedoman pengeras suara di masjid dan mushalla.
“ Kami Mengimbau agar warga masyarakat Pangandaran cerdas dalam memahami dan menyikapi penyataan yang dilontarkan Menteri Agama Gus Yaqut yang dianggap kontroversial, ” katanya.
Pernyataan Menteri Agama RI Gus Yaqut, dalam menjelaskan Surat Edaran Menteri Agama RI, Nomor 05, Tahun 2022, tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla telah jadi polemik karena dianggap kontroversial sebenarnya sudah ada sejak tahun 1978 dulu.
Dijelaskan, bahwa tujuan aturan pengeras suara tersebut adalah dalam rangka menciptakan harmonisasi dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk.
“Setelah kami membaca dan menelaah lebih lanjut, Kami berkesimpulan, secara tegas menyatakan bahwa surat edaran tersebut adalah bertujuan menciptakan harmonisasi kehidupan beragama, berbangsa yang lebih damai, tenang dan tenteram, ” tuturnya.
Menurutnya, konsep kebhinekaan dalam berbangsa harus dirawat dengan sebaik-baiknya sebab jika hal ini dimaknai sebagai bentuk toleransi, maka Insya Allah rahmat Tuhan Yang Maha Esa akan makin melimpah bagi bangsa Indonesia.
Supriana menjelaskan contoh pentingnya aturan pedoman penggunaan pengeras Suara di Mesjid dan Mushalla, bahwa penjelasan Menteri Agama bukanlah sebuah perbandingan, melainkan sebuah contoh problem yang terjadi di masyarakat, dan pentingnya aturan tersebut untuk memberikan kedamaian dan ketenangan bersama.
“Penyampaian Pak Menteri Agama dalam menjelaskan aturan itu, sebenarnya Beliau hanya memberikan contoh dari bentuk perilaku toleransi dalam masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku, agama dan kepercayaan.
Namun sayangnya menurutnya sebagian masyarakat kita tidak mengerti dari narasi penjelasan Pak Menteri, sehingga menyebabkan polemik serta pro dan kontra di masyarakat.
“Saya mengimbau kepada para stakeholder, institusi, perusahaan, para ulama, dan para muballigh, agar memberikan edukasi kepada masyarakat dengan cara menggiring opini publik ini ke arah yang lebih substantif dan positif dalam membangun ideologi tasamuh, tawassuth dan tawazun (toleransi, moderasi dan harmoni) dengan teguh dengan konsisten.” pungkasnya.(MISG)